Kamis, 05 Agustus 2010

Berbuat Ikhlas

IKHLAS. Sebuah kata yang mudah diucapkan namun sulit dilaksanakan. Lihat saja, kalau ada kawan kita memberikan sumbangan namun yang disumbang tidak “ngerti” biasanya berkata: “Saya itu ikhlas lho nyumbang, tapi kenapa kok gak ngerti banget kalau disumbang.” Komentar semacam ini atau yang lebih pedas bisa saja muncul.

Padahal dia bilang ikhlas tapi masih saja mengungkit-ungkit pemberian. Kalau memang benar-benar ikhlas, semestinya tidak mengharapkan pamrih apapun. Dan tidak akan menyebut kalimat “saya ikhlas”, karena yang benar-benar ikhlas, biasanya diam.

Ikhlas menurut seorang filsuf Arab yang bernama Sahl, adalah tenangnya manusia dan gerak-geraknya karena Allah SWT. Secara guyonan, ada seorang bijak yang mengatakan ikhlas itu ibarat kita (mohon maaf) buang hajat. Setelah menunaikan ‘hajat’ kita tidak pernah mengingat-ingatnya apa yang telah kita lakukan. Apalagi mengharapnya kembali. Setelah selesai, ya sudah, kita lupakan bahkan untuk selama-lamanya. Itulah hakikat ikhlas.

Sahl mengajarkan kepada kita untuk berbuat ikhlas. Yaitu mendedikasikan seluruh amal perbuatan kita hanya untuk Tuhan. Tidak untuk dilihat manusia apalagi mengharap imbalan balik dari manusia. Sering kita lebih mengedepankan hitung-hitungan dengan manusia, daripada hitung-hitungan dengan Tuhan. Padahal sudah jelas apabila kita berbisnis dengan Tuhan pasti untungnya, tidak demikian dengan manusia.

Namun situasi yang serba sulit ini menjadikan rakyat kita ‘pandai berhitung’. Segala hal ada hitung-hitungannya. Rasanya perbuatan tolong menolong, atau gotong-royong, semakin hari semakin tergerus oleh nilai-nilai zaman. Yang ada budaya ikhlas juga semakin hari-semakin hilang. Ini akibat seringya menggunakan hitung-hitungan dalam semua tindakan kita. Seolah-olah karena hitung-hitungan itulah kita untung. Sering tidak melibatkan kavling Tuhan sebagai pembuat dan pemberi hitungan yang terbaik.

Apabila ikhlas menjadi sendi dan perilaku bangsa, Insya Allah, bangsa ini akan terlepas dari segala kesulitan. Presiden pun ikhlas apabila diberi masukan (kritikan) dari rakyat untuk kemajuan. Pejabat dan anggota dewan tidak akan bingung mencari “tambahan” dan ikhlas bekerja untuk rakyat. Demikian juga para pejabat lainnya, tidak akan sibuk "ngobyek", tapi benar-benar ikhlas bekerja dan berjuang untuk rakyat. Indah rasanya bila para pejabat ikhlas melayani rakyat, dan rakyat pun dengan ikhlas menghormati dan menghargai para pejabat.

Dan Insya Allah hanya yang bekerja dengan ikhlaslah nantinya yang akan menuai hasil. Mari berhitung dengan Tuhan menjadikan ikhlas sebagai spirit segala perbuatan kita.

Tidak ada komentar: