Sabtu, 07 Agustus 2010

Kegiatan Fornas II P4S


Kegiatan Pameran Fornas II P4S di Kab. Takalar, Sulawesi Selatan
20 s/d 23 Juli 2010

Ketua LM3 Ponpes Al-Izzah bersama
Pak Kelik LM3 Jakarta dan Pak Sholichin LM3 Banyuwangi

 Ketua LM3 Ponpes Al-Izzah bersama
Pak Erisman Panjaitan (LM3 Model Nafiri Manado)

Ketua LM3 Ponpes Al-Izzah
Survey/Study Banding di Pasar Tradisional di Takalar
Provinsi Sulawesi Selatan
Ketua LM3 Ponpes Al-Izzah 
Bersama Pak H. Asrul Hoesein
Menikmati Lesehan di depan Masjid Al-Markaz Makassar
Sulawesi Selatan, sesaat sebelum shalat Jumat 23 Juli 2010


Bersama Presiden Yudhoyono dan Menteri Pertanian

Ketua LM3 Ponpes Al-Izzah Bersama Presiden Yudhoyono
pada sebuah acara




Ketua LM3 Ponpes Al-Izzah Bersama Mantan Menteri Pertanian
(Bapak Anton Apriyantono)
pada sebuah acara



Pengembangan Kemitraan

Pengembangan Jejaring (mitra)
sekitar Lokasi Perkebunan LM3 Ponpes Al-Izzah

Jejaring - Mitra 1


 Jejaring - Mitra2


Peternakan Ayam dan Penangkaran Walet

Usaha Peternakan Ayam Broiler (Ayam Potong)




Usaha Pemeliharaan dan Penangkaran
Sarang Burung Walet





Pengelolaan Media Tanam


Usaha Pengelolaan Pakis Cacah


(Media Tanam)
Pemasaran di Kota Balikpapan dan sekitarnya
khususnya kebutuhan 
Pengelola Usaha dan Pehobbies
Tanaman Hias





Kios Saprodi LM3 Al-Izzah

Kios Saprodi LM3 Ponpes Al-Izzah
(Pertanian dan Sembako)




Perkebunan Hortikultura LM3


Lahan Pertanian Tanaman Hortikultura 
LM3 Ponpes Al-Izzah, Balikpapan
(Tomat, Timun dan Kacang Panjang dan tanaman lainnya)
Berbasis Pertanian Organik
Total Lokasi 6 Ha, Terpakai 2 Ha

 Tanaman Hortikultura Timun
 Tanaman Hortikultura Timun
 Pembibitan Basis Organik (media tanam pakis)
 Kebun Hortikultura Tomat (pakai mulsa)
Basis Organik
  Petani Pekebun Anggota LM3 Al-Izzah (penyiraman)
 Tanaman Hortikultura Tomat
Tanaman Hortikultura Timun
 Petani Pekebun Anggota LM3 Al-Izzah (lagi istirahat)
Tanaman Hortikultura Kacang Panjang (sayur)
Petani Pekebun Anggota LM3 Al-Izzah (lagi panen)
Santri Cilik keluarga Petani Pekebun Anggota LM3 Al-Izzah 
(lagi sortir buah tomat hasil panen)

Kegiatan LM3 Ponpes Alizzah (2)

Acara "Doa Anak Bangsa dan Keselamatan Keutuhan NKRI"
oleh Pengelola, Anggota LM3 dan Santri Ponpes Al-Izzah
di Halaman Kantor LM3 Ponpes Al-Izzah, Balikpapan








Kantor dan Pengelola LM3



KANTOR LM3 PONPES AL-IZZAH

Head Office

Yayasan Pendidikan Islam Terpadu PONDOK PESANTREN “AL-IZZAH”
Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat
(LM3) Model Ponpes Al-Izzah

Jln. Sei Wain No. 2 RT.033 Kelurahan Karang Joang
Telp: 0542-7216992, HP: 081346368895
Kota Balikpapan – 76127
Kalimantan Timur

Bankers:
BRI Cab.Kota Balikpapan
Rekening : a/c : 1 0121-01-032845-50-1


PENGELOLA LM3 PONPES AL-IZZAH


Drs. Ery Supardi (Ketua)



(foto menyusul)


M. Muhlasin (Sekretaris)

Suryoto Mansur (Bendahara)

Riset dan Development

Divisi Humas dan Kemitraan: Slamet,

Divisi: Pembangunan : Poniman,

Divisi PendidikanTobari,

Divisi Dakwah: M. Toyib,

Divisi Usaha: H. Sarbini

Manager Umum

Manager Produksi

Manager Pemasaran

Manager SDM

Manger Demoplot (Produksi Pupuk Organik)


Kegiatan LM3 Ponpes Alizzah (1)

Belajar Agribisnis Sambil Ngaji di LM3 Ponpes Al-Izzah






KEUNGGULAN AGRIBISNIS TERHADAP KRISIS

 
Terlepas dari keadaan krisis atau tidak agribisnis memang memiliki banyak keunggulan. Setidaknya ada 9 (sembilan) alasan mengapa agribisnis memiliki arti penting. Pertama, aktivitas agribisnis untuk menghasilkan pangan akan selalu ada selama manusia masih butuh makan untuk hidup. Kedua, agribisnis merupakan usaha ekonomi yang hemat devisa karena berbasis pada sumberdaya lokal (resource base) sehingga memiliki daya saing kuat.

Ketiga, agribisnis memiliki kaitan usaha kedepan (forward linkage) dan ke belakang (backward linkage) yang kuat, sehingga perkembangan budidaya pertanian otomatis akan mendorong industri hulu dan hilir (agroindustri) termasuk sektor jasa. Keempat, pertanian merupakan sumber pencaharian utama masyarakat dan masih merupakan sektor penyerap tenaga kerja yang besar. Kelima, kultur masyarakat Indonesia masih didominasi oleh kultur dan tradisi agraris yang kuat, sehingga way of life seperti ini sangat menunjang pengembangan agribisnis.

Keenam, ketersediaan lahan dan sumberdaya alam Indonesia yang besar dan belum dimanfaatkan secara optimal, menjadi prasyarat dasar yang dimiliki bangsa ini untuk mengembangkan agribisnis. Ketujuh, dalam era globalisasi sekarang yang mampu bersaing dipasaran dunia adalah barang sekunder (agroindustri olahan), maka agroindustri berpeluang besar untuk dikembangkan mengingat ketersediaan bahan baku cukup besar.

Kedelapan, kontribusi agribisnis/agroindustri dalam perekonomian nasional (PDB) sendiri cukup besar,khususnya dalam industri non migas. Kesembilan, pada akhirnya mengembangkan agribisnis identik dengan pemberdayaan perekonomian rakyat, karena secara obyektif sebagian besar masyarakat yang bergerak di sektor ini adalah masyarakat miskin yang berjumlah jutaan.
 

PEMBERDAYAAN POSISI TAWAR PETANI MELALUI KELEMBAGAAN PERTANIAN

 
Dalam konteks sistem agribisnis, disamping sub sistem on farm (budidaya) dan sub sistem off farm (baik yang di hulu yaitu penyediaan input faktor maupun yang di hilir yaitu pengolahan dan pemasaran hasil) terdapat sub sistem penunjang (supporting service sub system). Aktivitas pada sub sistem penunjang ini mencakup pendidikan, latihan dan penyuluhan, penelitian dan pengembangan, permodalan dan asuransi, advokasi serta pengadaan aspek legal peraturan yang mendukung. Pada umumnya, sub sistem penunjang ini ditafsirkan sebagai aktivitas yang seharusnya dijalankan oleh pemerintah. Karena tentunya petani secara perorangan tidak akan mampu melakukan peran tersebut. Namun demikian, jika para petani bergerak dalam suatu bentuk kerjasama yang solid, bukannya tidak mungkin berbagai aktivitas sub sistem penunjang ini dapat mereka laksanakan dengan baik. 
 
Dewasa ini tingkat kesejahteraan petani terus menurun sejalan dengan persoalan-persoalan klasik yang dialaminya, sekaligus menjadi bagian dan dilema dari sebuah kegiatan agribisnis di tingkat produsen pertanian. Tingkat keuntungan kegiatan agribisnis selama ini lebih banyak dinikmati oleh para pedagang dan pelaku agribisnis lainnya di hilir (Sumodiningrat, 2000). Oleh karena itu, diperlukan kelembagaan ekonomi pedesaan yang mampu memberikan kekuatan bagi petani (posisi tawar yang tinggi). Kelembagaan pertanian dalam hal ini mampu memberikan jawaban atas permasalahan di atas. Penguatan posisi tawar petani melalui kelembagaan merupakan suatu kebutuhan yang sangat mendesak dan mutlak diperlukan oleh petani, agar mereka dapat bersaing dalam melaksanakan kegiatan usahatani dan dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya (Suhud, 2005). 
 
Peningkatan posisi tawar petani dapat meningkatkan akses masyarakat pedesaan dalam kegiatan ekonomi yang adil, sehingga bentuk kesenjangan dan kerugian yang dialami oleh para petani dapat dihindarkan. Pengembangan masyarakat petani melalui kelembagaan pertanian/kelompok tani ataupun Koperasi merupakan suatu upaya pemberdayaan terencana yang dilakukan secara sadar dan sungguh-sungguh melalui usaha bersama petani untuk memperbaiki keragaan sistem perekonomian masyarakat pedesaan. Arah pemberdayaan petani akan disesuaikan dengan kesepakatan yang telah dirumuskan bersama. Dengan partisipasi yang tinggi terhadap koperasi, diharapkan rasa ikut memiliki dari masyarakat atas semua kegiatan yang dilakasanakan koperasi akan juga tinggi. 
 
Konsep pemberdayan masayarakat pedesaan melalui koperasi bukanlah konsep baru, banyak kendala dan hambatan yang harus diperhatikan dalam pengembangan koperasi di pedesaan, diantaranya adalah : (a) rendahnya minat masyarakat untuk bergabung dalam kelompok tani/koperasi, hal ini disebabkan karena kegagalan-kegagalan dan stigma negatif tentang kelembagaan tani atau koperasi yang terbentuk di dalam masyarakat. Kegagalan yang dimaksud diantaranya adalah ketidakmampuan kelembagaan tani/koperasi dalam memberikan kebutuhan anggotanya dan ketidakmampuan dalam memasarkan hasil produk pertanian anggotanya. (b) adanya ketergantungan petani kepada tengkulak akibat ikatan yang ditimbulkan karena petani melakukan transaksi dengan para tengkulak (pinjaman modal, dan memasarkan hasil). Dan (c) rendahnya SDM petani di pedesaan menimbulkan pemahaman dan arti penting koperasi terabaikan. 
 
Prospek pertanian dan pedesaan yang berkembang setelah krisis ekonomi semakin mendorong kebutuhan akan adanya kelembagaan perekonomian komprehensif dengan kegiatan usaha yang dilakukan oleh petani atau pengusaha kecil. Hal ini sejalan dengan adanya pemahaman bahwa nilai tambah terbesar dalam kegiatan ekonomi pertanian dan pedesaan terdapat pada kegiatan yang justru tidak dilakukan secara individual. Namun, nilai tambah tersebut didapatkan pada kegiatan perdagangan, pengangkutan, pengolahan yang lebih ekonomis bila dilakukan secara bersama-sama dengan pelaku lain sehingga diharapkan keuntungan dapat dinikmati secara bersama-sama.
Menurut Baga (2006), pengembangan kelembagaan pertanian baik itu kelompok tani atau koperasi bagi petani sangat penting terutama dalam peningkatan produksi dan kesejahteraan petani, dimana : (1) Melalui koperasi petani dapat memperbaiki posisi rebut tawar mereka baik dalam memasarkan hasil produksi maupun dalam pengadaan input produksi yang dibutuhkan. Posisi rebut tawar (bargaining power) ini bahkan dapat berkembang menjadi kekuatan penyeimbang (countervailing power) dari berbagai ketidakadilan pasar yang dihadapi para petani. (2) Dalam hal mekanisme pasar tidak menjamin terciptanya keadilan, koperasi dapat mengupayakan pembukaan pasar baru bagi produk anggotanya. Pada sisi lain koperasi dapat memberikan akses kepada anggotanya terahadap berbagai penggunaan faktor produksi dan jasa yang tidak ditawarkan pasar. (3) Dengan bergabung dalam koperasi, para petani dapat lebih mudah melakukan penyesuaian produksinya melalui pengolahan paska panen sehubungan dengan perubahan permintaan pasar. Pada gilirannya hal ini akan memperbaiki efisiensi pemasaran yang memberikan manfaat bagi kedua belah pihak, dan bahkan kepada masyarakat umum maupun perekonomian nasional. (4) Dengan penyatuan sumberdaya para petani dalam sebuah koperasi, para petani lebih mudah dalam menangani risiko yang melekat pada produksi pertanian, seperti: pengaruh iklim, heterogenitas kualitas produksi dan sebaran daerah produksi. Dan (5) Dalam wadah organisasi koperasi, para petani lebih mudah berinteraksi secara positif terkait dalam proses pembelajaran guna meningkatkan kualitas SDM mereka. Koperasi sendiri memiliki misi khusus dalam pendidikan bagi anggotanya.
Maka dapat disimpulkan, bahwa salah satu bentuk kelembagaan yang ideal di pedesaan adalah kelompok tani atau, dimana tujuan awal pembentukan dari kelompok tani atau koperasi ini adalah untuk meningkatkan produksi pertanian dan meningkatkan kesejahteraan petani. Pemberdayaan petani dalam kelembagaan koperasi yakni KUD, merupakan suatu bentuk alternatif dari model pembangunan masyarakat pedesaan untuk dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang sebagian besar bermatapencarian sebagai petani atau buruh tani. Koperasi dalam hal ini memberikan jaminan keuntungan bagi anggota baik dari segi sosial dan ekonomi, selain itu yang utama adalah peningkatan posisi tawar petani dapat ditingkatkan sehingga mereka mempunyai kekuatan untuk ’menentukan’ harga produk pertaniannya.
 

PENGEMBANGAN INDUSTRIALISASI PEDESAAN BERBASIS PERTANIAN

Prasyarat berkembangnya industrialisasi pedesaan, adalah diperlukan adanya suatu proses konsolidasi usahatani dan disertai dengan koordinasi vertikal agribisnis dalam suatu alur produk melalui mekanisme non pasar, sehingga karakteristik produk akhir yang dipasarkan dapat dijamin dan disesuaikan dengan preferensi konsumen akhir. Dengan demikian, setiap usaha agribisnis tidak lagi berdiri sendiri atau bergabung dalam assosiasi horizontal, tetapi memadukan diri dengan perusahaan-perusahaan lain yang bergerak dalam seluruh bidang usaha yang ada pada satu alur produk vertikal (hulu-hilir) dalam suatu kelompok usaha.

Untuk mewujudkan hal tersebut, maka hal-hal yang perlu mendapat perhatian dalam mendukung pengembangan industrialisasi pedesaan berbasis pertanian, antara lain:

Disadari bahwa selama ini keberpihakan pada kegiatan yang terkait dalam industrialisasi pedesaan berbasis pertanian masih tertinggal, dibandingkan dengan kegiatan di sektor hulu. Oleh karena itu, diperlukan suatu kebijakan yang menyeluruh dalam pembangunan agribisnis (hulu-hilir), sehingga nilai tambah sektor pertanian dapat dinikmati oleh masyarakat di pedesaan.

Pengembangan penanganan industriualisasi pedesaan berbasis pertanian ke depan tidak dapat dilakukan secara partial, oleh karena itu pendekatan koordinasi antar kelembagaan terkait yang telah dirintis perlu ditingkatkan baik di tingkat pusat, daerah dan di lembaga penyuluhan. Koordinasi tersebut dimaksudkan antara lain untuk mensinkronkan program dan pelaksanaan perbaikan penanganan pascapanen, pengolahan dan pemasaran hasil pertanian agar dapat memberikan hasil/dampak yang maksimal.

Pengembangan agroindustri di masa yang akan datang diarahkan untuk meningkatkan peran teknologi melalui penambahan jumlah alsin yang masih sangat terbatas. Dalam penambahan alsin tersebut perlu memperhatikan jenis alat dan mesin yang secara teknis dan ekonomi layak untuk dikembangkan serta kondisi sosial memungkinkan. Dalam pengembangan alsin tersebut pemerintah diharapkan dapat menyediakan fasilitas kredit alsin dengan tingkat suku bunga rendah dan persyaratan lunak.

Dalam penanganan pascapanen/pengolahan, pelaku pascapanen (petani/kelompok tani), usaha yang bergerak dalam pascapanen, dan industri pengolahan hasil primer, perlu ditata dan diperkuat sebagai komponen dari sistem perekonomian di pedesaan terutama di bidang teknologi alsin dan manajemen usaha agar mereka mampu meraih nilai tambah.

Peningkatan mutu Sumber Daya Manusia (SDM) diarahkan untuk peningkatan sikap, pengetahuan, ketrampilan dan pengembangan kewirausahaan, manajemen serta kemampuan perencanaan usaha. Dengan adanya peningkatan mutu SDM diharapkan penggunaan alsin akan meningkat dan areal yang dapat ditangani akan bertambah. Peningkatan mutu SDM dilakukan melalui pelatihan/kursus, kerjasama dengan lembaga pelatihan seperti perguruan tinggi, magang diperusahaan yang telah maju. Sedangkan pelatihan dilakukan baik kepada petugas maupun para pengelola alsintan dan petani.

Kelembagaan yang menangani pascapanen/pengolahan pada umumnya lemah dalam permodalan. Untuk itu perlu diupayakan adanya skim khusus untuk alat mesin pascapanen/pengolahan dengan persyaratan yang mudah, suku bunga rendah dan dapat dijangkau oleh masyarakat.
 

SISTEM PENGEMBANGAN AGRIBISNIS

Agribisnis berasal dari kata Agribusiness, di mana Agri=Agriculture artinya pertanian dan Business artinya usaha atau kegiatan yang menghasilkan keuntungan. Jadi, Agribisnis adalah segala kegiatan yang berhubungan dengan pengusahaan tumbuhan dan hewan (komoditas pertanian, peternakan, perikanan, dan kehutanan) yang berorientasi pasar (bukan hanya untuk pemenuhan kebutuhan pengusaha sendiri) dan perolehan nilai tambah.

Dalam agribisnis terdapat dua konsep pokok. Pertama, agribisnis merupakan konsep dari suatu sistem yang integratif dan terdiri dari beberapa sub-sistem, yaitu: (1) sub-sistem pengadaan sarana produksi (agroindustri hulu), (2) sub-sistem produksi usahatani, (3) subsistem pengolahan dan industri hasil pertanian (agroindustri hilir), (4) sub-sistem pemasaran dan perdagangan, dan (5) sub-sistem kelembagaaan penunjang (Davis and Golberg, 1957; Downey and Erickson, 1987); Saragih (1999) (lihat Diagram 1). Sub-sistem kedua dan sebagian dari sub-sistem pertama dan ketiga merupakan on-farm agribusiness, sedangkan sub-sistem lainnya merupakan off-farm agribusiness.

Uraian di atas menunjukkan bahwa kegiatan agribisnis merupakan (a) kegiatan yang berbasis pada keunggulan sumberdaya alam (on-farm agribusiness) yang terkait erat dengan penerapan teknologi dan keunggulan sumberdaya manusia bagi perolehan nilai tambah yang lebih besar (off-farm agribusiness); serta (b) kegiatan yang memiliki ragam kegiatan dengan spektrum yang sangat luas, dari skala usaha kecil dan rumahtangga hingga skala usaha raksasa, dari yang berteknologi sederhana hangga yang paling canggih, yang kesemuanya itu saling terkait dan saling mempengaruhi.

Dalam usaha mempercepat laju pertumbuhan sektor agribisnis terutama dihadapkan dengan kondisi petani kita yang serba lemah (modal, skill, pengetahuan dan penguasaan lahan) dapat ditempuh melalui penerapan sistem pengembangan (system of development) agribisnis. Dalam konteks bahasan ini, yang dimaksud “sistem pengembangan agribisnis” adalah suatu bentuk atau model atau sistem atau pola pengembangan agribisnis yang mampu memberikan keuntungan layak bagi pelaku-pelaku agribisnis (petani/peternak/pekebun/ nelayan/pengusaha kecil dan menengah/koperasi), berupa peningkatan pendapatan, peningkatan nilai tambah dan perluasan kesempatan kerja.

Di Indonesia sejak dilaksanakan pembangunan pertanian, telah diterapkan beberapa sistem pengembangan pertanian berskala usaha baik untuk komoditi pangan maupun non pangan. Jika dikaji lebih jauh tujuan dan sasaran “sistem pengembangan” yang pernah diterapkan di sektor pertanian, pada hakekatnya adalah pengembangan sektor pertanian (dalam arti luas) secara menyeluruh dan terpadu, yakni tidak hanya peningkatan produksi, tetapi juga pengadaan sarana produksi, pengolahan produk, pengadaan modal usaha dan pemasaran produk secara bersama atau bekerjasama dengan pengusaha. Sistem pengembangan sektor pertanian semacam ini, jika menggunakan istilah sekarang, tidak lain adalah pengembangan pertanian berdasarkan agribisnis, atau dengan kata lain pengembangan agribisnis. Di antara sistem-sistem tersebut ada yang diterapkan oleh pemerintah berupa kebijakan nasional dan ada pula yang telah berhasil diterapkan oleh kelompok masyarakat atau kelompok peneliti, akan tetapi masih bersifat per kasus. Adapun sistem-sistem tersebut antara lain: Unit Pelaksana Proyek (UPP), Insus dan Supra Insus, Sistem Inkubator, Sistem Modal Ventura, Sistem Kemitraan (Contract Farming) dalam berbagai bentuknya seperti Pola PIR, Pola Pengelola, Sistem ‘Farm Cooperative’, dll. Jadi dalam rangka pengembangan agribisnis hortikultura, pelaku-pelaku agribisnis dapat menerapkan satu atau lebih sistem tersebut sesuai dengan kondisi lokalitas.
 

AGRIBISNIS : CARA PANDANG BARU PERTANIAN

Selama pemerintahan Orde Baru, sektor pertanian tidak mendapatkan perhatian sebagaimana mestinya. Pertanian hanya dipandang sebagai sektor yang signifikan dalam pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat, tetapi tidak sebagai penghela pertumbuhan ekonomi, dibandingkan dengan industri manufaktur.

Hal ini dipengaruhi oleh paradigma dasar pembangunan pertanian kala itu yang masih sempit sebatas usaha bercocok tanam (on farm agriculture). Sehingga orientasi pembangunan pertanian dalam PJPT I lebih bertumpu pada peningkatan produksi dalam rangka mencapai swasembada pangan, daripada mengembangkannya sebagai sebuah peluang ekonomi yang mampu meraup devisa. Paradigma yang sempit tentang pertanian tersebut harus digantikan dengan paradigma baru pertanian modern. Paradigma yang dimaksudkan adalah paradigma Agribisnis.

Dalam agribisnis pertanian bukan sekedar dipandang sebagai kegiatan bercocok tanam, tetapi juga termasuk aktivitas pengadaan sarana produksi pertanian, pengolahan hingga pemasaran produk pertanian. Atau dalam bahasa Davis dan Goldberg1 agribisnis merupakan “the sum total of all operation involved in the manufacture and distribution of farm supplies; production operation on farm; and the storage, processing and distribution of farm commodities and items made from them

Perubahan paradigma ini sangat penting mengingat sikap dan perilaku seseorang atau pengambil keputusan akan sangat ditentukan oleh paradigma atau cara pandangnya terhadap permasalahan. Dengan paradigma baru pertanian (Agribisnis) ini akan diperoleh dimensi baru dan pemahaman baru yang lebih lengkap dalam memandang sektor pertanian.

Berdasarkan cara pandang baru diatas, jelaslah bahwa setiap komoditi pertanian mempunyai suatu sistem agribisnis yang terdiri dari berbagai subsistem fungsional yang terintegrasi satu sama lain secara vertikal. Hubungan antara sektor pertanian dengan sektor industri pun menjadi sangat erat dan saling tergantung satu sama lain dalam paradigma diatas. Agribisnis mencakup seluruh kegiatan di sektor pertanian dan sebagian dari sektor industri yang menghasilkan sarana produksi pertanian (Agroindustri Hulu) dan mengolah hasil-hasil pertanian (Agroindustri Hilir).

Thailand dan Taiwan merupakan contoh negara pertanian yang memakai paradigma agribisnis sebagai orientasi pembangunan pertanian. Dan kini terbukti dua negara tersebut merupakan negara agribisnis yang tangguh, dimana kegiatan budidaya sebagai salah satu subsistem dalam sistem agribisnis didukung secara total oleh subsistem lainnya.

by:Agribisnis BlogSpot
repost: AsrulHoeseinBrother

KEAMANAN PRODUK HORTIKULTURA

Ada beberapa aspek dari keamanan produk segar hortikultura yang akan menjadi berbahaya apabila tidak dikendalikan. Aspek aspek tersebut antara lain :
  1. Aspek residu pestisida pada buah-buahan segar, terutama pada buah-buahan impor yang tidak pernah kita ketahui proses produksi sampai dengan pengirimannya ke Indonesia
  2. Aspek kelayakan konsumsi secara fisik organoleptis.
  3. Aspek kelayakan konsumsi dilihat dari aspek jumlah mikrobanya.
  4. Aspek pengawet atau pemberian antibiotik untuk membuat produk segar hortikultura dapat bertahan lebih lama. Ini perlu diperhatikan bagi produk hortikultura segar yang diimpor dari negara-negara yang berada jauh dari Indonesia.
Beberapa kepentingan dari aspek ini antara lain; aspek residu pestisida pengawet dan aspek antibiotik yang biasanya diberikan selama proses penanaman, akan mengakibatkan timbulnya reaksi alergi pada individu tertentu, memicu timbulnya reaksi karsinogenik pada beberapa sel tertentu kalau dikonsumsi dalam jangka waktu yang panjang dan memicu terjadinya mutasi gen pada individu tertentu bila dikonsumsi dalam jangka waktu lama. 
 
Memang aspek ini tidak akan segera menimbulkan akibat dalam waktu yang singkat, namun efek negatif ini akan berakumulasi dalam jangka panjang. Kalau selama ini belum dianggap berbahaya, itu lebih disebabkan karena selama ini kita tidak memiliki bank data (database) mengenai mengapa kasus penyakit degeratif di Republik tercinta ini meningkat dengan tajam. Pada kasus penyakit degeneratif seperti penyakit kanker umumnya hanya diberikan tindakan pengobatan, tetapi kita tidak pernah tahu apa akar permasalahannya? 
 
Apakah karena pola hidup yang telah bergeser, termasuk berubahnya pola makan dan pola konsumsi dengan menganggap buahan impor jauh lebih bergizi dari buah lokal, ataukan karena penyebab lain.

Secara fisik organoleptis pada produk segar hortikultura akan sangat berpengaruh pada kelayakan produk tersebut untuk dikonsumsi. Kasus ini misalnya terjadi pada apel lengkeng yang berukuran kecil, dan mempunyai rasa yang telah berubah. 
 
Apapun alasannya sebenarnya buah ini sudah tidak layak lagi untuk dikonsumsi. Lemahnya infrastruktur pengawasan keamanan produk segar hortikultura, dimanfaatkan oleh importir kita yang hanya melirik kepentngan berlimpah yang akan mengalir tanpa memertimbangkan kepentingan konsumen dalam hal keamanan. Pola pikir yang masih menganggap bahwa produk impor pasti lebih berkualitas daripada produk lokal, nampaknya harus segera ditanggalkan.