Jumat, 06 Agustus 2010

Mentransformasi Pengelolaan SDA Kaltim

Kalimantan Timur dengan luas 245.237 km2, merupakan salah satu propinsi terkaya di Indonesia yang menjadi tumpuhan pembangunan nasional sampai sekarang. Kekayaan Kaltim dapat dilihat dari sumber daya mineral dan energi dimiliki seperti: cadangan minyak sebesar 1,17 juta MMSTB, Gas bumi 48.680 BSCF, Batubara 6,45 milyar ton dan emas 60,50 juta ton.

Untuk sumber daya hutan, Kaltim mempunyai 14,67 juta ha, meliputi kawasan hutan lindung, hutan produksi dan hutan konservasi serta hutan tropika basah terbesar setelah Brazil. Untuk kawasan budidaya non kehutanan seluas 5,24 juta ha, berupa perkebunan seluas 4,7 juta ha, (4,09 juta ha untuk kelapa sawit dan 0,61 juta ha untuk komoditas perkebunan lain. Potensi perairan meliputi perairan laut seluas 98 ribu km2 dan potensi perairan umum seluas 2,28 juta ha, dengan hasil perikanan rata-rata 350 ribu ton pertahun.

Data di atas saya sajikan, sebagai bahan renungan dan mencoba untuk menkontruksikan betapa potensi kekayaan SDA Kaltim begitu besar. Pertanyaannya kemudian kenapa masyarakat Kaltim masih miskin? Apa yang salah dengan pengelolaan SDA selama ini?. Ini hal-hal yang menarik untuk ditelusuri, siapa yang sebenarnya menikmati kue SDA Kaltim.

Dilihat dari sejarah, migas Kaltim sudah di ekspoitasi lebih dulu pada zaman Belanda. Orde baru membabat habis hutan diseluruh wilayah Kaltim. Sekarang berlomba-lomba mengeksploitasi batubara. Ada seribu lebih ijin kuasa pertambangan yang dikeluarkan Pemerintah daerah dan PKP2P dari pemerintah pusat.

Berapa yang di dapat daerah sebenarnya dari SDA, seperti berupa tambang batubara di Katim . Dalam pasal 14 UU No.33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, yakni penerimaan pertambangan umum yang 20% untuk Pemerintah dan 80% untuk Daerah. Kemudian jika kita lihat pasal 18 (1) PP No.55 Tahun 2005 tentang Dana Perimbangan, yakni Dana bagi hasil (DBH) pertambangan umum sebesar 80% dibagi
  1. 16% untuk propinsi yang bersangkutan;
  2. 64% untuk kabupaten/kota penghasil.
Pasal 18 ayat (2) Dana Bagi Hasil (DBH), pertambangan umum sebesar 80% dibagi dengan rincian :
  1. 16% untuk propinsi yang bersangkutan;
  2. 32 untuk kabupaten/kota penghasil; dan
  3. 32 untuk kabupaten/kota lainnya dalam propinsi yang bersangkutan.
Dengan demikian, kalau dilogikakan, sebenarnya sedikit kita mendapatkan keuntungan dari SDA tambang batubara dari pada nilai lingkungan yang akan rusak akibat tambang.

Dengan membandingan potensi SDA , dan jumlah perdapatan yang diperoleh Pemerintah daerah. Seharusnya sudah ada pemikiran yang kongrit untuk usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan suatu proses mentrasformasi SDA, dalam pengelolaannya, diharapkan akan menjadikan SDA sebagai sumber kesejahteraan bersama untuk masyarakat Kaltim. Ini bukan hal yang mudah untuk dilakukan,

Menurut Birdsall dan Subramaniam (2004), mengusulkan 3 (tiga) alternatif pengelolaan SDA, yakni privatisasi perusahaan minyak bumi ( dan SDA lainnya), menghimpun dana khusus dari hasil pengelolaan perjualan minyak untuk membatasi kebebasan pemerintah dalam fungsi pembelanjaan, serta membuat mekanisme distribusi/alokasi hasil minyak bumi langsung kepada masyarakat.

Ini konsep pemikiran yang masih terlalu makro dan sumir, meskipun tetap bisa dijadikan bahan pertimbangan untuk melakukan perubahan dalam pengelolaan SDA di Kaltim.

Proses mentransformasi SDA, ini dibutuhkan aspek teknologi, aspek menejemen, dan adanya itikad dan komitmen para pelaku dalam pengelolaan SDA.

Untuk proses teknologi, dalam pengelolaan SDA, misalnya pada tahap eksplorasi dan eksploitasi SDA, membutuhkan teknologi tidak hanya bersifat eksploratif dan eksploitatif, namun harus menjaga daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup . Aspek manejemen adanya perencanaan, pengawasan yang ketat dalam pengelolaan SDA, jangan ijin diobral dan dijadikan ajang korupsi berjamaah, sehingga menimbulkan ekonomi biaya tinggi.

Orintasi jangka pendek atau berpikir sesaat terhadap SDA yang kita punyai, baik pemerintah yang pegang kekuasaan maupun pengusaha. Perubahan dalam memandang pengelolaan SDA untuk kemanfaatan secara merata dan jangka panjang untuk kesejahteraan rakyat .

Kemauan, dan ada itikad baik, ditunjukan dengan perbuatan yang nyata, dengan membabat habis praktek-praktek curang dalam usaha, ijin yang tidak sesuai dengan peruntukan, dan pengawasan. Kesejahteraan rakyat Kaltim itu yang lebih diutamakan dalam pengelolaan SDA.

Membangun kesejahteraan membutuhkan waktu yang panjang, sementara SDA seperti tambang berumur pendek, itu sebabnya kedepan dalam proses tranformasi pengelolaan SDA harus sudah dimulai membangun pola pikir masyarakat untuk tidak tergantung oleh SDA dan menciptakan sumber-sumber baru yang inovatif. Ada perubahan terhadap UU No.33 Tahun 2004 dan Peraturan Pemerintahnya.

Lecturer in law faculty, Mulawarman University, Samarinda, East Kalimantan, INDONESIA website : http://www.sitikotijah.com/ >

Tidak ada komentar: